NU Tetaplah NU

Betapapun laknatnya Ahok, beberapa bulan yang silam ketika ia berulah dengan lisannya yang tak terdidik telah menyinggung sumber paling suci agama Islam. Saya masih perduli, merasa kasihan kepada sesama anak bangsa. Saya sangat yakin bahwa lidahnya memang keceplosan oleh kebiasaan buruk yang terus di banggakan sampai hari ini. Terlebih lagi saat menangis di persidangan pertamanya. Saya kasihan sekali.

Ahok tetaplah Ahok, setelah Al-qur’an yang ia singgung di ranah yang tidak seharusnya, juga dengan bahasa yang sama sekali tidak pantas. Kini guru mulia organisasi terbesar di Indonesia yang menjadi kelanjutan tumbal dari lidahnya yang binal.

Marwah Nahdlatul Ulama yang telah mendunia keagungannya ternodai, sebab KH. Makruf Amin selaku Rais ‘am telah di perlakukan dengan sikap yang tidak seharusnya oleh keberutalan calon gubernur DKI Jakarta itu. Paku nusantara itu hendak dituntut setelah usai memberikan kesaksian di PN Jakarta Utara.

Sadar dengan kekuatan NU yang menguasai negeri bahkan benteng NKRI, Ahok minta maaf atas sikap lancang dan kekurang-ajarannya yang telah basi.

“Saya meminta maaf kepada KH Ma’ruf Amin apabila terkesan memojokkan beliau,” kata tepidana itu.

Seperti kemarin pula, setelah bersalah yang seharusnya cukup satu kali saja, lagi-lagi Ahok sok dekat terhadap Islam dan NU, dengan gaya dan bahasa yang sudah bisa ditebak. Bahwa ia juga menghormati Mbah Ma’ruf seperti halnya pada tokoh-tokoh sesepuh NU, yakni Gus Dur dan Gus Mus dll. Dalam konteks berbeda, Ahok mengulang perkataan soal kedekatan dengan keluarganya yang muslim.

Tapi bukankah Ahok juga minta maaf atas kasus sebelumnya, malahan sampai nangis sesenggukan di persidangan perdananya? Ahok tetaplah Ahok.

Bagaimanapun juga, NU tetap NU. Dengan tanpa komando dari siapapun, sebenarnya bisa saja bila ribuan santri, jutaan warga di bawah naungannya, tentara Banser,  turun kejalan lalu memberondong si lidah pahit itu sekaligus membumi hanguskan dirinya beserta pengikut-pengikutnya.

Sekali lagi NU tetaplah NU. Sebuah organisasi yang mengusung dan mengedepankan ukhuwah islamiyah, perdamaian, dan persaudaraan antar sesama manusia yang sudah terkonsep dalam istilah tawasuth, tasamuh dan tawazun. Semenjak Ahok meminta maaf atas kejadian yang di luar konteks ketimuran itu, warga NU dengan mudahnya memaafkan, warga NU husnudzan, meski terkesan dipaksakan. Warga organisasi mbah Hasyim As’ary tetap memandang hukum sebijaksana mungkin, lebih menjaga kerukunan antar sesama anak bangsa, dan tidak gegabah turun kejalan yang bisa berakibat konflik horizontal.

KH. Makruf Amin pun demikian, sebagai orang paling berpengaruh di tubuh NU, pemimpin yang sangat layak itu tidak sedikit pun dendam. Tak terucap sepatah kata pun melawan apalagi menghina orang yang telah bersikap jalang pada dirinya.  Sikapnya tetap tenang. Penuh asih.

Bahkan, jauh sebelum pengacara Ahok mengklarifikasi, warisan nabi itu sudah memaafkan. Betapa agung, betapa seluas samudera hati KH. Ma’ruf Amin.

Karena, NU tetaplah NU.

2 comments

Tinggalkan Balasan ke ahmadnilam4gmail Batalkan balasan